Tari kipas – Tari Kipas Pakarena merupakan salah satu tarian tradisional khas masyarakat Gowa, Sulawesi Selatan. Pada umumnya, tarian ini ditarikan oleh para penari wanita dengan menggunakan pakaian adat khas daerah Gowa serta kipas sebagai cir khas tarian. Tarian ini cukup terkenal dikalangan masyarakat Gowa khususnya. tari kipas Pakarena juga sering digelar dalam berbagai macam acara yang bersifat ritual maupun hiburan. Saat ini tari kipas Pakarena dijadikan pemerintah sebagai media untuk mempromosikan pariwisata di Sulawesi Selatan, khususnya di daerah Gowa.
[toc]
Sejarah Tari Kipas Pakarena
Menurut catatan sejarah, tari kipas Pakarena merupakan tarian peninggalan dari kerjaan Gowa, yakni kerajaan yang berhasil mempertahankan puncak kejayaannya di provinsi Sulawesi Selatan selama berabad-abad. Sebab itulah mengapa corak budaya pada zaman kerajaan gowa memiliki pengaruh besar terhadap kebudayaan dan tradisi masyarakat Gowa hingga kini, salah satunya ialah tari kipas Pakarena.
Nama tarian ini sendiri diambil dari bahasa setempat yakni “Pakarena” yang berarti “main”. Sehingga tarian ini dapat diartikan sebagi tarian yang memainkan kipas dalam pembawaannya. Lalu tarian ini diwariskan secara turun temurun hingga menjadi suatu tradisi yang masih dipegang teguh sampai saat ini.
Namun, asal usul Tari Kipas Pakarena ini sendiri masih belum bisa diketahui secara pasti. Namun, Berdasarkan mitos yang beredar, tari kipas Pakarena bermula dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu.
Sebelum perpisahan ini terjadi, dahulunya masyarakat penghuni boting langi pernah mengajarkan bagaimana cara bertahan hidup dengan bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Lalu, para penghuni Lino menggunakan gerakan-gerakan tersebut dalam upacara adat mereka sebagai ungkapan rasa syukur kepada penghuni boting langi.
Baca Juga: Tari Tor-Tor
Fungsi dan Makna Tari Kipas Pakarena
Pada zaman dahulu tari kipas Pakarena digelar dalam ritual-ritual adat sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat kepada penghuni langit. Namun sekarang tarian ini digunakan sebagai media hiburan serta sebagai media promosi guna memperkenalkan pariwisata di daerah Gowa kepada para wisatawan.
Bagi masyarakat Gowa, tari kipas Pakarena memiliki nilai-nilai dan makna yang sangat mendalam. Salah satunya adalah ungkapan rasa syukur atas kebahagiaan yang mereka peroleh, hal tersebut mereka ungkapkan lewat gerakan para penari. Selain itu tarian ini juga merupakan gambaran kelembutan, kesantunan, kesucian dan penuh kasih dari para wanita, yang sangat jelas terlihat dari gerakan para penari yang lemah lembut.
Busana Tarian Kipas Pakarena
Pada umumnya, busana yang digunakan dalam pergelaran tari kipas Pakarena ialah busana adat khas masyarakat Gowa. Para penari dikenakan baju yang longgar, selempang kain, serta kain sarung khas dari Sulawesi Selatan. Busana-busana adat teesebut dikenakan sebagai ciri khas yang membedakan tari kipas Pakarena dengan tarian adat lain semacamnya.
Pada bagian kepala sang penari dikenakan konde yang dihiasi dengan tusuk berwarna emas dan desain bunga-bunga untuk memberikan kesan warna-warni. Sedangkan aksesoris yang digunakan sebagai pelengkap ialah kalung, gelang, serta anting yang khas untuk tarian tersebut. Tidak lupa juga atribut utama yang digunakan dalam pembawaan tarian yakni kipas.
Musik Pengiring Tari Kipas Pakarena
Alat musik yang digunakan sebagai iring-iringan dalam pementasan tari kipas Pakarena adalah ialah alat musik tradisional yang bernama grondong rinci. Grondong rinci ialah alat musik yang terdiri dari beberapa komponen yakni genderang dan suling, yang dimainkan oleh 4-7 orang pemain musik.
Walaupun tarian ini memiliki karakteristik lemah lembut, namun ritme musik yang dimainkan oleh para pemain musik bertempo lebih cepat. Selain itu, gerakan-gerakan yang dibawakan oleh para penari lebih teratur dan berkembang. Sehingga keselarasan gerak dengan musik menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Karena hal inilah yang menjadi keunikan dari tari kipas Pakarena.
Pergelaran Tarian Kipas Pakarena
Pada pergerakannya tarian ini seringkali dibawakan oleh 5-7 orang penari wanita, yang mengenakan pakaian adat dengan diiringi oleh musik-musik pengiringnya. Tarian ini dibawakan dengan gerakan yang lemah lembut yang dikombinasikan dengan kipas yang dilipat ditangan para penari. Gerakan yang teratur membuat tarian ini terlihat elok dipandang.
Gerakan tarian ini pada umumnya terbagi menjadi beberapa bagian, setiap bagian mengandung makna dan maksud tersendiri. Berikut merupakan bagian-bagian dari tari kipas Pakarena:
Baca Juga: 4 Hal unik dari Tari Piring
Bagian-bagian dalam Pergelaran Tari Kipas Pakarena
- Samboritta (berteman) : Disebut juga paulu jaga yaitu kegiatan begadang semalam suntuk. Mengandung arti penghormatan kepada para pengunjung.
- Jangang leak-leak (ayam berkokok) : dulunya tarian ini dipentaskan semalam suntuk sehingga pada bagian penutup, biasanya berlangsung sekitar jam 04.00 subuh. Disebut jangang leak-leak yaitu saat ayam mulai berkokok. Tarian ini merupakan bagian ketiga dalam tari pakarena yang bermakna mencari jalan kembali ke asal mula.
- Ma’biring kassi : Artinya mendarat di pantai, ditampilkan pada babak kedua yang mempunyai makna permohonan yang terkabul.
- Bisei ri lau’ (dayung ke timur) : juga ditampilkan di babak kedua, bagian ini memiliki makna bergerak ke arah timur yaitu arah dimana matahari terbit.
- Angingkamalino (angin tanpa hembusan) : ditampilkan pada babak kedua, yang menggambarkan angin yang tidak berhembus sehingga tidak membawa kesejukan, tarian ini menggambarkan rasa kecewa.
- Anni-anni (memintal benang) : Bagian ini memiliki makna bahwa sebuah pekerjaan yang dilakukan dengan penuh ketekunan pasti akan membuahkan hasil dikemudian hari.
- Dalle tabbua (meniti nasib dengan sabar) : mengandung makna filosofis bahwa hidup dunia harus dijalani dengan penuh kesabaran.
- Nigandang (berulang-ulang) : mengandung maksud bahwa segala sesuatu seringkali harus dilakukan secara berulang-ulang tanpa rasa putus asa, sehingga hasila yang didapat akan berakhir baik.
- So’nayya (bermimpi) : mempunyai maksud bahwa sebagai seorang manusia kita dilarang mengharapkan sesuatu yang terlalu tinggi tanpa disertai usaha dan daya upaya yang setimpal dengan mimpi yang kita harapkan.
- Iyolle’ (mencari kebenaran) : menggambarkan bahwa kebenaran harus terus dicari supaya hidup menjadi tenang dan hati menjadi tenteram.
- Lambassari (kekecewaan) : memiliki arti bahwa apa yang kita usahakan dalam hidup ini seringkali berakhir dengan kekecewaan.
- Leko’ bo’dong (bulat sempurna) : merupakan perumpamaan dari bulan purnama yang dianggap memiliki bentuk bulat yang sempurna dan bersinar terang.
- Sanro beja’ (dukun beranak) : ditampilkan pada babak kedua, yangenjadi penggambaran bagaimana tata cara merawat diri bagi perempuan yang baru saja melahirkan. tarian ini umumnya dipentaskan dalam upacara kelahiran.
Akhirnya sampai juga kita di akhir artikel, semoga materi kali ini bisa bermanfaat buat sobat borcha semua. Terakhir salam dari borcha dan jumpa lagi di next artikel tentang materi-materi yang nggak kalah kecenya. See you . . .